PERJANJIAN DISTRIBUSI DALAM PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
(1) 
(2) 
(*) Corresponding Author
Abstract
Perjanjian distribusi dalam praktiknya mengalami percampuran dengan perjanjian keagenan, padahal perjanjian keagenan adalah perjanjian yang dikecualikan dari Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Meskipun dalam hukum perjanjian dikenal asas kebebasan berkontrak, akan tetapi asas tersebut dibatasi oleh undang-undang. Metode yang digunakan adalah metode yuridis normative. Hasil dari penelitian tersebut membuktikan ada dua hal pokok yang dapat disimpulkan. Pertama, perjanjian distribusi yang berisi perjanjian keagenan ditinjau dari Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dapat dikategorikan sebagai perjanjian distribusi apabila dasar perjanjian di antara para pihak adalah perjanjian jual beli sehingga dia bertindak untuk dan atas namanya sendiri sehingga dapat mempunyai kebebasan untuk menentukan harga jual barang atau jasa yang telah dibelinya. Kedua, Setiap pelaku usaha (produsen) dalam perjanjian distribusi berdasarkan asas kebebasan berkontrak, yang meliputi bebas menentukan pihak distributor suatu produk di pasar sesuai dengan hukum pasar atau bebas memilih bentuk perjanjian, dengan menetapkan berlakunya suatu harga atas satu produk pada suatu pasar, maka perjanjian yang dibuat berdasarkan asas kebebasan berkontrak yang tidak bertentangan dengan hukum pasar dan dapat mempengaruhi serta mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat, praktik monopoli dan mengakibatkan terjadinya hambatan dalam perdagangan baik secara vertikal maupun horizontal.
Full Text:
PDF (Bahasa Indonesia)DOI: http://dx.doi.org/10.31602/al-adl.v8i1.350
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2021 Taufik Effendy, Istiana Heriani
Al-Adl: Jurnal Hukum is licensed under is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.