TEKNOLOGI TRADISIONAL PEMBUATAN BATU BATA SUNGAI TABUK KALIMANTAN SELATAN

adhi surya(1*), Dewi Ariefah Noor(2)

(1) Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari
(2) Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari
(*) Corresponding Author

Sari


Teknologi tradisional pembuataan batu bata Sungai Tabuk terletak di kawasan bahari yang mempunyai nilai historis, ekonomis dan tradisional sebagaimana layaknya suatu kampung tradisional yang masih memegang nilai-nilai luhur. Sungai tabuk termasuk kedalam wilayah pemerintahan Kabupaten Banjar, Kecamatan Sungai Tabuk, memiliki luas 147,30 km2. Pada tahun 1890, kampung Sungai Tabuk termasuk ke dalam distrik Banjarmasin [1]. Yang menarik dari wilayah sungai tabuk adalah masyarakatnya adalah pekerja pembuatan batu-bata secara tradisional [2]. Material batu bata Sungai tabuk berasal dari tanah lempung (liat) pehumaan (pertanian). Sehingga tidak memerlukan pasir dan semen dalam campurannya hanya langsung dicetak, dikeringkan dan dibakar. Dalam satu hari bisa dikerjakan manusia 800-1000 batu-bata cetak tergantung dari daya tahan seseorang (sistem cetakan tradisional). Setelah dicetak maka dikeringkan dengan dijemur dengan panas sinar matahari selama 7 hari. Sistem tungku pembakaran secara tradisional yaitu dengan cara dibakar diatas tungku tumpukan batu bata dengan menggunakan kayu sibitan atau kulit-kulit kayu sampai batu-bata benar-benar masak berwarna merah ketika kering berwarna orange. Kenapa penulisan tentang teknologi tradisional pembuatan batu bata Sungai Tabuk ditulis? Agar ilmu pengetahuan dan teknologi tradisional ini tidak lengkang oleh waktu sehingga bisa diwariskan ke anak cucu akang datang. Bagi dunia keilmuan teknik sipil merupakan warisan keilmuan bahan bangunan sipil Kalimantan Selatan yang sifatnya khas atau unik dan kebudayaan yang harus dilestarikan.


The traditional technology of the Sungai Tabuk brick building is located in the maritime region which has historical, economic and traditional values as befits a traditional village that still holds noble values. Tabuk River is included in the government area of Banjar Regency, Sungai Tabuk District, has an area of 147.30 km2. In 1890, the village of Sungai Tabuk was included in the district of Banjarmasin. What is interesting from the Tabuk river area is that the people are traditional brick-making workers. Tabuk River brick material comes from clay soil (clay) pehumaan (agriculture). So that it does not need sand and cement in the mixture, it is only printed, dried and burned. In one day, humans can do 800-1000 printed bricks depending on one's resistance (traditional mold system). After printing it is dried by drying in the sun for 7 days. Traditional combustion stoves are burnt on brick stoves using sibitan wood or bark until really cooked bricks are red when dry orange. Why is writing about the traditional technology of Sungai Tabuk brick making written? So that traditional science and technology is not curved by time so that it can be passed on to the children and grandchildren who will come. For the scientific world, civil engineering is a scientific legacy of South Kalimantan's civilian building materials that are unique or unique in nature and culture that must be preserved.

 


Teks Lengkap:

PDF

Referensi


Arikunto, Suharsimi. 1987. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Radar Jaya Offset

Anonim. 1986. NI-10 tentang Bata Merah Sebagai Bahan Bangunan. Jakarta: Yayasan Dana Normalisasi Indonesia.

Badan Standarisasi Nasional. 2000. SNI 15-2094-2000 tentang Bata Merah Pejaluntuk Pasangan Dinding. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.




DOI: http://dx.doi.org/10.31602/jk.v2i1.2064

Refbacks

  • Saat ini tidak ada refbacks.



This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.