https://ojs.uniska-bjm.ac.id/index.php/aldli/issue/feedAl-Adl : Jurnal Hukum2024-02-12T18:06:38+08:00Nahdhah, S.H., M.H.al_adl@uniska-bjm.ac.idOpen Journal Systems<p><strong><span>Al-Adl: Jurnal Hukum</span></strong> (<em></em><a href="https://issn.brin.go.id/terbit/detail/1445074358" target="_self">E-ISSN 2477-0124</a> and <a href="https://issn.brin.go.id/terbit/detail/1327839517" target="_self">P-ISSN 1979-4940</a>) is a National Accredited Law Journal published by Faculty of Law, Islamic University of Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari Banjarmasin. The first publication is launched in 2013 and has been registered in <strong><a href="http://u.lipi.go.id/1445074358" target="_self">LIPI</a></strong> , <strong><a href="http://garuda.kemdikbud.go.id/journal/view/17460" target="_self">GARUDA</a></strong> and accredited as <a title="certificate Sinta 3 Jurnal Al Adl" href="https://drive.google.com/file/d/15uqibe95OsFz4xkS1unxB8zldzp_EMvZ/view?usp=sharing"><strong>Rank 3</strong></a> in <a href="https://sinta.kemdikbud.go.id/journals/profile/2693"><strong>SINTA </strong><strong>KEMENDIKBUD</strong></a> from 2023 to 2027.</p><p>The journal is a blind peer-reviewed journal which aims to publish new work of the highest calibre across the full range of legal scholarship, <span>which includes but not limited to </span>works in the Philosophy of Law, Theory of Law, Sociology of Law, Socio-Legal Studies, International Law, Environmental Law, Criminal Law, Private Law, Islamic Law, Agrarian Law, Administrative Law, Criminal Procedural Law, Business Law, Constitutional Law, Human Rights Law, Civil Procedural Law and Customary Law. All papers submitted to this journal can be written either in English or Indonesian. Principaly, the journal's editorial policy is to favour contributions which will be of interest to a wide cross-section of its readership - contributions which, if specialised, nevertheless serve to bring out matters of broader interest or importance within their specialisation.</p><p>Every script that goes into the editorial will be reviewed by two reviewers in accordance with their competences. The review process shall take place no more than 1 month in providing decision for submission. <strong><span>Al-Adl: Jurnal Hukum</span></strong> publihes twice a year (biannually) on January and July, provides with open access publication to support the exchange of global knowledge.</p>https://ojs.uniska-bjm.ac.id/index.php/aldli/article/view/12947The Role Of The Constitutional Court In Testing The Presidential Threshold Law For The 2024 Presidential Election2024-02-12T18:06:38+08:00Maksum Maksummaksumshs25@gmail.comAbdul Hamidahamidsh@gmail.com<p>Objective study This is for know The Role of the Constitutional Court in Reviewing the Presidential Threshold Law for the 2024 Presidential Election As for the method study This is a qualitative study, and research qualitative is a research method used to understand social phenomena in depth. As for the type of research used by the researcher, i.e., studies, usage studies, because the researcher can understand in a way the deep context, process, and complexity of the phenomenon researched. The research results show that the Constitutional Court has the responsibility to ensure that the presidential threshold requirements are in accordance with the constitution and the basic principles of democracy. Controversial cases in various countries and the challenges associated with presidential threshold testing demonstrate the complexity and controversy involved in these arrangements.</p>2024-02-12T17:59:53+08:00Copyright (c) 2024 Maksum Maksum, Abdul Hamidhttps://ojs.uniska-bjm.ac.id/index.php/aldli/article/view/13823Pasal 38 Ayat 1 UU Keterbukaan Informasi Publik antara Kepastian Hukum dan Keadilan2024-02-12T18:04:29+08:00Yati NurhayatiNurhayati.law@gmail.com<p>Tujuan dan penelitian ini adalah memjawab permasalahan hukum yang lahir dari keberadaan Pasal 38 Ayat 1 Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. Apakah makna dalam pasal 38 ayat 1 membatasi penyelesaian sengketa di Komisi Informasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode hukum normative. Hasil penelitian ditemukan bahwa bunyi pasal 38 ayat 1 yang merupakan batas waktu penyelesaian sengketa informasi public dimana sengketa tersebut harus mulai mengupayakan penyelesaian sengketa paling lambat 14 hari kerja setelah menerima pendaftaran permohonan informasi masih membuka peluang untuk tetap diproses jika melebihi 14 hari kerja dengan alasan keadilan dan tumpukan perkara yang berjalan dikomisi informasi.</p>Kata kunci : Sengketa Informasi, Putusan, Informasi Publik.2024-02-12T08:34:54+08:00Copyright (c) 2024 Yati Nurhayatihttps://ojs.uniska-bjm.ac.id/index.php/aldli/article/view/12948Analisa Yuridis Tingginya Dispensasi Perkawinan di Kota Banjarmasin2024-02-12T18:01:59+08:00Muthia Septarinamuthiasept@yahoo.comMunajah Munajahmunajah@gmail.comNahdhah Nahdhahnahdhah19@gmail.com<p>Di Indonesia pernikahan merupakan hak setiap warga Negara. Di dalam Pasal 28B ayat(1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD-NRI) menjamin akan hal ini. Pasal tersebut berbunyi :<em>”Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah</em>.” Aturan dasar tersebut diwujudkan dengan keberadaan UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (UUP). Pada dasarnya, setiap orang berhak untuk melangsungkan pernikahan, termasuk orang yang masih terkategori anak. Akan tetapi dengan pertimbangan perkawinan pada usia anak menimbulkan dampak negatif bagi tumbuh kembang anak dan akan menyebabkan tidak terpenuhinya hak dasar anak, Pemerintah kemudian merevisi mengenai batasan usia kawin melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019. Pria maupun wanita ditentukan usia minimal untuk menikah adalah 19 (sembilan belas) tahun. Apabila akan melangsungkan pernikahan di bawah usia tersebut, maka orang tua pihak pria dan/atau orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan. Pengadilan Agama memberikan izin kawin karena alasan mendesak. Pada kenyataannya permohonan dispensasi kawin ini angkanya cukup tinggi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis sosiologis yaitu penelitian yang akan mengkaji dari sisi perundang-undangan sekaligus dengan memperhatikan kenyataan yang terjadi di masyarakat dari tingginya angka dispensasi kawin. Hasil dari penelitian ini yaitu Faktor Penyebab Pengajuan Dispensasi Perkawinan di Kota Banjarmasin, yaitu : pertama, dampak dari ketentuan usia 19 tahun maka meningkatkan permohonan dispensasi nikan serta kekhawatiran orangtua terhadap pergaulan bebas. Kedua, Penerapan Ketentuan Dispensasi Perkawinan di Kota Banjarmasin untuk menolak atau mengabulkan dengan memperhatikan apakah calon suami sudah bekerja atau belum atau apakah calon istri masih sekolah ataukah tidak memperhatikan pula kepada alasan mendesak sebagaimana ketentuan di dalam PERMA.</p>2024-01-31T21:11:21+08:00Copyright (c) 2024 Muthia Septarina, Munajah Munajah, Nahdhah Nahdhahhttps://ojs.uniska-bjm.ac.id/index.php/aldli/article/view/9988Dampak Penyederhanaan Perizinan Lingkungan yang diatur oleh Undang-Undang No 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Terhadap Lingkungan Hidup Masyarakat Serta Pelaku Usaha2024-02-12T18:01:59+08:00Ricky YuniardiRicky.rachmatyuniardi@gmail.comYoyok Suharyantosuharyanto@gmail.comAgus Satorysatory@gmail.com<p>Sebagai hukum administrasi dengan sifatnya yang instrumental, maka fungsi yang menonjol dalam hukum lingkungan administratif adalah bersifat preventif berupa pencegahan terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan. Dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) disebutkan bahwa Pasal 13 ayat 1 Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sejak diterbitkannya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020, ruang lingkup dalam perizinan lingkungan sangatlah berbeda misalnya saja berdasarkan ketentuan lama, izin lingkungan terpisah dari Perizinan Berusaha, maka apabila ada pelanggaran dan dikenakan sanksi pencabutan izin, yang dicabut hanya izin lingkungan, izin usah tetap jalan. Namun, di UU Cipta Kerja, izin lingkungan terintegrasi dengan perizinan berusaha, apabila ada pelanggaran dan dikenakan sanksi pencabutan izin, yang dicabut sekaligus Perizinan Berusaha. Hal ini sangatlah berdampak bagi masyarakat juga para pelaku usaha dibidang yang keterkaitan dengan perizinan lingkungan.</p>2024-01-31T00:00:00+08:00Copyright (c) 2024 Ricky Rachmat Yuniardi, Yoyok Suharyanto, Agus Satoryhttps://ojs.uniska-bjm.ac.id/index.php/aldli/article/view/12710Keabsahan Kontrak yang dibuat oleh Artificial Intelligence Menurut Hukum Positif di Indonesia2024-02-12T18:01:59+08:00Jajang Nurzamanzamannurjajang4@gmail.comDwi Fidhayantifidha13@syariah.uin-malang.ac.id<p>Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kontrak yang dibuat oleh AI memenuhi syarat keabsahan sesuai dengan ketentuan pasal 1320 KUH Perdata. Serta memberikan pemahaman yang lebih baik tentang implikasi hukum dan regulasi yang berkaitan dengan penggunaan AI dalam pembuatan kontrak. Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan undang-undang <em>(Statute Approach)</em> dan konseptual <em>(Conceptual Approach).</em> Sumber bahan hukum yang digunakan berupa bahan hukum premier yang terdiri dari undang-undang yang mengatur tentang keperdataan dan undang-undang yang mengatur tentang regulasi AI. Adapun bahan hukum sekunder berupa jurnal yang membahas tentang kedudukan hukum AI dan legal tech beserta artikel ilmiah. Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian hukum normatif dilakukan dengan cara studi pustaka <em>(Library Research) </em>berupa data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuran terhadap peraturan-peraturan dan literatur-literatur lain berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa AI memiliki potensi besar dalam pembuatan kontrak, tetapi perlu diperhatikan kedudukan hukumnya. Dengan memandang AI sebagai subjek hukum dengan pemilik atau pengguna yang bertanggung jawab, kontrak yang dibuat oleh AI dapat dianggap sah sesuai dengan hukum positif Indonesia.</p>2024-01-29T11:18:12+08:00Copyright (c) 2024 Jajang Nurzaman, Dwi Fidhayantihttps://ojs.uniska-bjm.ac.id/index.php/aldli/article/view/13718Keseimbangan Perlindungan Hukum Kreditor dan Debitor Dalam Pinjaman Online2024-02-12T18:01:59+08:00Iwan Riswandieiwanriswandie@gmail.com<p>Pinjaman online merupakan mekanisme perbuatan hukum yang berkembang seiring dengan perkembangan teknologi di masyarakat dengan menawarkan kemudahan dari berbagai aspek terhadap hubungan yang terjadi. Hanya saja di samping dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan kepada para pihak (kreditor sebagai peminjam dan debitur sebagai pihak yang melakukan pinjaman) dimana hubungan yang terjadi didasari atas kesepakatan (kebebasan berkontrak) tidak jarang hubungan ini menimbulkan dampak signifikan yang cukup meresahkan masyarakat, sehingga hubungan hukum yang saling menguntungkan tersebut harus diintervensi oleh negara dalam kerangka memberikan perlindungan kepada para pihak yang ada didalamnya.</p><p> </p><p>Keseimbangan Perlindungan Hukum Kreditor dan Debitur Dalam Pinjaman Online”. Metode yang dipakai ialah melalui analisis hukum dan konsep, dengan menggunakan norma-norma yang ada dan landasan perundang-undangan. Pada akhirnya, kesimpulan dari tulisan ini yaitu adalah pinjaman Online yang mengakomodir perkembangan teknologi dimana Kreditor (pemberi pinjaman) dan debitur (penerima pinjaman) terjadi hak dan kewajiban dari para pihak yang dilandasi hukum perjanjian diwilayah privat, dimana kesepakatan para pihak adalah merupakan Undang-Undang bagi yang membuatnya. Kondisi yang dilandasi dengan koridor kesepakatan tentunya akan membawa dampak yang signifikan terhadap kewajiban pemenuhan hak dan kewajiban Kreditor dan debitur sama-sama dalam kondisi yang tidak menguntungkan apabila hak dan kewajiban tersebut tidak dilakukan, sehingga dalam hal ini perlu regulasi dari instrumen hukum (perundang-undangan) untuk bisa membawa hak dan kewajiban masing-masing pihak ke ranah publik dengan tetap memberikan kebebasan dalam wilayah teknis untuk diatur atas dasar kesepakatan yang sudah di perjanjian dalam pinjaman berbasis Online ini.</p>2024-01-27T12:17:03+08:00Copyright (c) 2024 Iwan Riswandiehttps://ojs.uniska-bjm.ac.id/index.php/aldli/article/view/12837Review Negatif Garansi Hangus dalam E-Commerce Perspektif Hukum Pelindungan Konsumen2024-02-12T18:01:59+08:00Agus Suwandonoagus.suwandono@unpad.ac.idSusilowati SupartoSusilowati.suparto@unpad.ac.idDeviana Yuanitasarideviana.yuanitasari@unpad.ac.idHazar Kusmayantihazar.kusmayanti@unpad.ac.id<p>Tujuan penelitian ini mengkaji bagaimanakah klasula baku kewajiban memberikan ulasan baik dalam transaksi <em>e-commerce</em> oleh konsumen sebagai persyaratan pemberian garansi dalam perspektif hukum pelindungan konsumen serta bagaimanakah pelindungan konsumen atas adanya klausula baku yang mewajibkan konsumen <em>e-commerce</em> memberikan ulasan baik sebagai persyaratan pemberian garansi dalam perspektif pelindungan konsumen. Penelitian dilaksanakan melalui pendekatan yuridis normatif yang bersifat diskirptif analitis. Hasil penelitian menunjukkan klausula baku dalam transaksi <em>e-commerce</em> yang menyatakan garansi hangus apabila konsumen memberikan <em>review</em> tidak baik dapat dikategorikan sebagai klausula baku yang dilarang Pasal 18 ayat (1) huruf a UU 8/1999. Konsekuensi atas pencantuman klausula baku tersebut berdasarkan Pasal 18 ayat (3) UU 8/1999 dinyatakan batal demi hukum. <em>Merchant</em> dan konsumen seharusnya secara bersama-sama memperhatikan kewajiban itikad baik. Pelindungan konsumen <em>e-commerce</em> atas pencatuman klausula baku yang mewajibkan konsumen memberikan <em>review</em> baik sebagai persyaratan garansi melalui perlindungan preventif dan represif. Perlindungan preventif dapat dilakukan melalui pengawasan yang efektif atas pencantuman klausula baku yang bertentangan Pasal 18 ayat 1 huruf (a) UU 8/1999 oleh BPSK, serta pihak penyelenggara <em>marketplace</em> dapat memastikan ketaatan <em>merchant</em> akan ketentuan yang telah ditetapkan oleh <em>marketplace</em> maupun UU 8/1999. Adapun perlindungan hukum secara represif dapat dilakukan melalui penyelesaian secara damai, penyelesaian melalui BPSK dan melalui pengadilan.</p>2024-01-27T12:14:13+08:00Copyright (c) 2024 Agus Suwandono, Susilowati Suparto, Deviana Yuanitasari, Hazar Kusmayantihttps://ojs.uniska-bjm.ac.id/index.php/aldli/article/view/11687Kajian Perbandingan Sistem Hukum Adopsi Anak di Indonesia dan Kazakhtan2024-02-12T18:01:59+08:00Muhamad Sofan Juprisofannunu64587@gmail.comAli Trigiyatnoali.trigiyatno@uingusdur.ac.idSindiy Nurul Latifahsindiy@gontor.ac.idM. Ibnu Nadzimnadziibnu@gmail.comNaila Umdah Zuhaidahnailaumdahalbatul@gmail.com<p>Kajian ini bertujuan untuk mendeskripsikan legislasi adopsi anak dalam hukum Islam dan untuk menunjukkan perbedaan legislasi yang mengatur adopsi anak di Indonesia dan Kazakhtan. Penelitian ini menggunakan strategi dengan metode yuridis yang teratur yang fokus pada penilaian hipotesis, penggalian gagasan, standar dan pedoman yang sah sehubungan dengan peninjauan ini dari bahan-bahan utama. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mengasuh anak sesuai aturan Islam adalah wajar, namun tidak dipandang sebagai anak kandung pada umumnya. Pengangkatan anak menurut hukum Islamdisebut dengan istilahTabanny. Menurut hukum Islam, pengharaman bagi orang tua yang mengangkat anak namun dititahkan sebagai anak kandung. Regulasilegislasi pengangkatan anak di Indonesia dan Kazakhtan memiliki persamaan yaitu memiliki legislasi yang jelas. Legislasi pengangkatan anak di Indonesia dijelaskan dengan rinci dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak, sedangkan untuk legislasi yang berlaku di Kazakhtan diatur dalam Pasal 84 sampai Pasal 110 Bab 13 Adopsi Anak Undang-undang Perkawinan dan Keluarga Republik Kazakhtan. Mengenai perbedaan pengangkatan anak antara Indonesia dan Kazakhstan, hukum Indonesia mengatur mengenai kepercayaan antara orang tua angkat dengan calon orang tua angkat, namun hal tersebut tidak dijelaskan di Kazakhstan.Undang-undang di Kazakhstan menjelaskan perbedaan usia minimum antara calon orang tua yang ingin mengadopsi dan calon anak yang ingin mengadopsi, namun peraturan di Indonesia tidak mengaturnya.</p>2024-01-27T12:14:13+08:00Copyright (c) 2024 Muhamad Sofan Jupri, Ali Trigiyatno, Sindiy Nurul Latifah, Siti Darma Maratus Solihah, Nur Meilani